Modernis.co, Jakarta – Natuna, lautan cantik milik Indonesia. Bukan istilah asing lagi laut ini bagi penduduk pribumi. Laut yang berdampingan dengan lautan cina ini memiliki keindahan dan kekayaan yang luar biasa.
Laut yang merupakan salah satu aset Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sedang marak diperbincangkan seluruh penikmat media, baik dunia maya maupun dunia nyata. Pasalnya kapal nelayan Tiongkok melaut di perairan Natuna secara ilegal, atau tanpa izin resmi dari Indonesia.
Keadaan ini berlangsung sejak 19 Desember 2019, kapal asing milik Tiongkok mulai berani lagi melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berada di wilayah teritorial Indonesia, dan hal ini terjadi hampir setiap tahun.Namun kali ini kapal nelayan Cina dilengkapi dengan kapal Coast Guard milik pemerintah Cina.
Kedatangan kapal asing ini menyebabkan nelayan lokal tidak berani menangkap ikan di perairan Natuna Utara. Dikutip dari Liputan6.com, pasalnya nelayan Natuna masih sangat tradisional. Armada yang digunakan oleh nelayan Natuna masih sangat kecil, membuat para nelayan Natuna ini tersaingi.
Nelayan Natuna juga menolak kedatangan nelayan Pantai Utara (Pantura), sebab nelayan dari Pantai Utara menggunakan alat tangkap cantrang yang bisa merusak biota laut.
Lagipula alat tangkap cantrang ini dilarang oleh mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Melihat konflik yang terjadi antara Indonesia dan Cina ini, sangat jelas terlihat bahwasannya setiap menteri RI tidak kompak dalam memberi pandangan mengenai permasalahan ini.
Padahal, permasalahan ini selalu terjadi hampir setiap tahun. Seharusnya, dengan beberapa tahun yang dijadikan sebagai pengalaman ini, para jajaran pemerintah dapat melakukan antisipasi dengan tegas dan penyelesaian yang membuat jera para pencuri ikan di Natuna, Khususnya kepada Cina.
Cina sempat mengklaim bahwasanya wilayah yang digunakan untuk melaut mereka adalah masih wilayah kedaulatan Cina, karena adanya overlapping jurisdiction (Yurisdiksi yang tumpang tindih), sehingga dalam kemaritiman Cina menganggap memiliki hak, dan kedaulatan di Natuna, dan Cina menganggap tidak mempunyai sengketa di wilayah kepulauan Natuna.
Juru Bicara Menteri Luar Negeri Cina juga menyampaikan untuk meminta Indonesia agar tetap tenang sebab pemerintah Cina akan mengupayakan cara damai untuk membahas konflik ini dengan RI. (cnbcindonesia.com).
Sementara Menteri Luar Negeri negeri RI, menyatakan tidak adanya pengakuan atas klaim yang dilakukan oleh Cina. Kemenlu RI menegaskan bahwasanya Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan Cina. Indonesia pun tidak akan mengakui nine dash-line karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS yang diputuskan pada 2016 lalu.
Sebagaimana diketahui bahwasanya nine dash-line adalah garis yang digambar di peta pemerintah Cina, yang mana Cina mengklaim wilayah laut Cina Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki Cina tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.
Seperti diketahui, wilayah ZEE telah ditentukan oleh hukum Internasional yang melalui UNCLOS 1982, dan Cina telah melanggar wilayah ZEE ini. Lagipula, Tiongkok merupakan salah satu anggota dari UNCLOS 1982, sehingga Tiongkok juga berkewajiban menghormati peraturan dari UNCLOS 1982 ini.
Namun Cina tetap bersikeras bahwasanya mereka telah mematuhi hukum internasional UNCLOS, dan tidak akan mempedulikan apakah Indonesia menerimanya atau tidak, karena tidak akan mengubah fakta objektif bahwa Cina memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan.
Jubir Menlu Cina juga mengatakan bahwasanya putusan arbitrase Laut Cina Selatan itu ilegal, batal demi hukum dan telah menegaskan bahwa Cina tidak mengakui hal itu. Tidak hanya itu, Cina pun menentang dengan tegas negara, organisasi, atau individu manapun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan Cina . (cnbcindonesia.com)
Melihat konflik ini, menteri pertahanan RI Prabowo Subianto mengatakan akan menempuh jalur damai, dengan tetap bersikap cool dan santai, sementara keadaan semakin memanas.
Menteri pertahanan RI tidak banyak melakukan gebrakan yang membuat jera pihak Cina. Pernyataan ini dianggap lembek, karena tidak adanya ketegasan menhan terkait konflik ini. Sementara anggota fraksi 1 partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan bahwasannya sikap Menhan ini bukan lembek, namun realistis bahwa Indonesia tidak memiliki kekuatan secara de facto untuk melindungi wilayah ekonomi Indonesia yang ada di Natuna.
Padahal, presiden Jokowi telah menegaskan bahwa Indonesia mempunyai kedaulatan secara de facto dan de jure. Hal ini telah disampaikan presiden Jokowi dalam kunjungannya di Natuna.
Sikap cool Menhan ini dinilai tidak berani hadapi Cina karena banyaknya investasi Cina di Indonesia, sementara mantan Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan harus adanya perbedaan antara persahabatan dengan pencurian.
Dalam akun twitter Susi, mengatakan ‘persahabatan antar negara tidak boleh melindungi pelaku pencurian ikan dan penegakan hukum atas pelaku illegal unreported unregulated fishing’. Susi juga menegaskan bahwa kegiatan pencurian ikan ilegal ini merupakan kejahatan lintas negara dan harus ditindak tegas.
Kita semua tahu bahwasanya Indonesia dan Cina adalah negara sahabat dengan berbagai kegiatan pada bidang ekonomi yang diinvestasikan pada Indonesia. Namun, penulis berpendapat bahwasannya kegiatan investasi dengan pelanggaran hukum adalah dua hal yang berbeda, maka benar yang diciutkan Susi Pudjiastuti bahwasanya harus ada tindakan tegas kepada pencuri.
Cina memang banyak berinvestasi di Indonesia, namun kedaulatan tidak bisa di tawar dan tetap nomor satu, demi menjaga harga diri bangsa Indonesia. Kemudian apakah dapat dibenarkan tindakan Cina ini karena hendak menyombongkan diri atas apa yang telah diberinya pada Indonesia?
Pengamat Hubungan Internasional, Dinna Wisnu mengatakan ‘kita sedang diuji kesetiaannya, kita tahu jika memberi bantuan, Cina selalu minta balik.’lalu kamu bisa kasih apa?’ pamrihnya langsung kelihatan’ ucapnya. (@nalarpolitik). Seolah Cina meminta timbal balik dengan cara mencuri. Memang belum pasti niat Cina melakukan illegal fishing di Natuna.
Namun melihat kondisi beberapa sinyal yang akhirnya pada saat presiden Jokowi hadir, kemudian kapal-kapal Cina beranjak pergi namun kembali usai presiden Jokowi meninggalkan Natuna ini dapat menimbulkan perspektif menantang dengan kesombongan.
Pemerintah harus tegas menindaklanjuti, jangan sampai Investasi yang berdaulat. Bukan benda yang menggerakkan manusia, namun manusia yang menahkodai pergerakan benda.
Hemat penulis, tak perlu mempermasalahkan apakah Cina sedang meminta timbal balik, atau pamerin atau hal-hal lain yang sedang disombongkan, namun pemerintah hanya harus terfokus pada penegakan hukum atas kejahatan lintas negara dan ini juga merupakan kejahatan yang terorganisasi (transnational organized crime).
Secara hukum, kejahatan perikanan memang konsep hukum yang tidak jelas merujuk pada serangkaian kegiatan ilegal di sektor perikanan. Kegiatan ini sering dipandang sebagai penangkapan ikan ilegal yang tidak dituntut sebagai pelanggaran pidana oleh banyak negara, melainkan lebih dilihat sebagai masalah manajemen perikanan, yang menjadikan hukumannya menjadi ringan dan hanya bersifat administratif. (kompasiana.com).
Di lihat dari sisi Indonesia, kejahatan transnasional perlu diberikan perhatian khusus mengingat letak Indonesia yang sangat strategis sehingga rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan lintas negara.
Untuk itu kementerian luar negeri adalah ujung tombak pemerintah Indonesia dalam kerja sama internasional untuk lebih mengintensifkan kerjasama internasional demi mengatasi kejahatan-kejahatan lintas negara guna melindungi kepentingan dan kedaulatan Indonesia.
Oleh: Yesa Novianti Putri Ashari (Koordinator Korps Instruktur IMM Cabang Cirendeu)